Pembelajaran Bahasa Dalam Masyarakat Dwibahasa
METODE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
PEMBELAJARAN BAHASA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASA
Dosen Pengampu : M. Bayu Firmansyah,S.S,M.Pd
Disusun oleh:
EKA NUR FAIRUZ (18188201048)
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
STKIP PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No.27 – 29 Pasuruan Telp. (0343) 421946
Website : www.stkippgri-pasuruan.ac.id
Tahun akademi 2018/2019
PEMBELAJARAN BAHASA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASA
A. Pengertian kedwibahasaan.
Para ahli akan memberikan pendapat, baik dengan tuntutan yang sangat keras ataupun tuntutan yang sangat longgar. Secara singkat pendapat para ahli tersebut akan dikemukakan dibawah ini :
a. Robbert Lado (1964:214)
Kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya yang secara teknis pendapat ini mengacu pada tingkatan pengetahuan dua bahasa.
b. MacKey (1956:155)
Pemakaian yang bergantian dari dua bahasa atau lebih.
c. Hartman dan Stork (1972:27)
Pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat.
d. Bloomfied
Kemampuan menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur.
e. Hougen (1968:10)
Tahu menahu antar dua bahasa.
Kemampuan berbahasa bukan hanya berbicara tetapi juga menyimak,membaca,dan menulis dengan masing-masingmemperhatikan kaidah bahasa yang berlaku.
Batasan dari pendapat ahli seharusnya mengandung unsur pemakaian dua bahasa,sama baiknya atau salah satu saja yang lebih baik,pemakaian dapat produktif maupun reseptif.
Setelah diperbaiki, kedwibahasaan menurut Pranowo, 1990 yaitu pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseptif oleh seorang individu atau masyarakat.
B. Kontak bahasa dalam masyarakat dwibahasa
Masyarakat Indonesia pada umumnya tergolong masyarakat dwibahasa, sebab mereka menguasai bahasa pertama (B1) bahasa daerah dan bahasa kedua (B2) bahasa indonesia.
Kontak bahasa bisa menimbulkan interferensi sering dianggap sebagai peristiwa negatif, karena masuknya unsur bahasa pertama kedalam bahasa kedua atau sebaliknya menyimpang dari kaidah bahasa massing-masing.
Transfer bahasa sebagai akibat terjadinya kontak bahasa sering dipandang sebagai gejala yang wajar dan positif. Secara teoritis prodses transfer dalam bahasa kedua adalah kemampuan berbahasa kedua merupakan fungsi gabungan dari kemampuan bahasa pertama, keterlibatan bahasa pertama dengan bahasa kedua.
C. Tipologi Kedwibahasaan
Weinreich(1953) menunjukkan adanya 2 tipe kedwibahasaan, yaitu:
a. Kedwibahasaan majemuk (compound bilingualism)
Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih baik daripada kemampuan berbahasa bahasa yang lain.
b. Kedwibahasaan koordinatif ( coodinate bilingualism)
Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya oleh seorang indivudu. Prosesnyaa terjadi karena seorang individu mengalami pengalaman yang berbeda.
c. Kedwibahasaan sub-ordinatif/sejajar ( sub-ordinate bilingualism)
Kedwibahasaan yang menunjukkaan bahwa seseorang pada saat memakai B1 sering memasukkan unsur B2 atau sebaliknya.
Pohl (dalam Baetens Beardosmore, 1985:5) menunjukkan adanya 2 tipe kedibahasaan, yaitu:
a. Kedwibahasaan horizontal
Situasi pemakaian dua bahasa yang berbeda, tetapi masing-masing bahasa memiliki status yang sejajar, baik dalam situasi resmi,kebudayaan,maupun dalam kehidupan keluarga dari kelompok pemakainya.
b. Kedwibahasaan vertikal
Pemakaian dua bahasa baku atau dialek, yang berhubungan maupun terpisah yang dimiliki oleh seorang penutur.
c. Kedwibahasaan diagonal
Pemakaian dua bahasa dialek atau tidak baku secara bersama-sama, akan tetapi keduanya tidak memiliki hubungan secara genetik dengan bahasa baku yang dipakai oleh masyarakat itu.
Aesenan mengklasifikasikan kedwibahasaan menjadi 2 yaitu:
a. Kedwibahasaan produktif/aktif/simetrik
Pemakaian dua bahasa oleh seorang individu terhadap seluruh aspek keterampilan berbahasa.
b. Kedwibahasaan reseptif/pasif/asimetris
Pemakaian 2 bahasa oleh seorang indivudu yang hanya terbatas pada aspek membaca dan menyimak saja.
D. Fenomena bahasa antara
Bahasa antara adalah bahasa yang dihasilkan oleh seorang pembelajar yang sedang dalam proses menguasai B2( bahasa kedua). Selama proses penguasaan berlangsung sering terjadi pencampuradukan kode B1 dengan B2 ketika beerbahasa kedua (B2) baik berupa interferensi ataupun campur kode. Interferensi adalah kesulitan tambahan dalam proses penguasaan bunyi, kata atau konstruksi bahasa kedua sebagai akibat adanya perbedaan antara B1 dan B2.
E. Permasalahan dalam PBI
Dalam PBI Indonesia kondisi masyarakat dwibahasa tidak pernah diperhatikan dalam pengembangan kurikulum. Permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah dalam penyusunan kurikukum pengajaran bahasa Indonesia untuk masyarakat Indonesia yang terlebih dahulu diawali dengan pengukuran kedwibahasaan masyarakkat Indonesia yang dapat dipandang sebagai kedwibahasaan koordinatif. Akibatnya tidak dipertimbangkannya situasi kebahasaan dan situasi individu atau masyarakat pemakai dwibahasa,pengajaran disekolah meskipun kurikulumnya selalu diperbaiki dan tidak mencapai hasil secara maksimal.
F. Pengukuran kedwibahasaan
Mackey 1956 mengemukakan bahwa pengukuran kedwibahasaan dapat dilakukan melalui beberapa aspek, yaitu:
a. Aspek tingkat
b. Aspek fungsi
c. Aspek pergantian
d. Aspek interferensi
Mackey memberikan teknik pengukuran kedwibahasaan dengan menggunakan tes kketerampilan berbahasa masing-masing bahasa. Tes dilakukan secara terpisah untuk pemahaman dan pengungkapan baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis dari kedua bahasa.
Komentar
Posting Komentar